Istana Livadia di Yalta, Krimea, adalah istana terakhir yang dibangun untuk keluarga kekaisaran Rusia, Romanov.
Andrey Nekrasov/Global Look PressLivadia adalah area permukiman di selatan Krimea, tak jauh dari kota Yalta. Daerah ini dikenal akan iklim penyembuhannya dan menjadi kota resor yang populer, terutama setelah pengembangan sistem kereta api pada abad ke-19.
Pada 1861, Tsar Aleksandr II membeli tanah di Livadia dan membuat Istana Megah sebagai hadiah untuk istrinya. Tak lama kemudian, Istana Minor dibangun untuk Aleksandr III, pewaris takhta berikutnya, yang berkali-kali berkunjung dan akhirnya meninggal di sana.
Di Livadia pulalah, tepatnya di Gereja Salib Suci, Tsar Nikolay II, tsar terakhir Rusia, naik takhta. Di gereja yang sama, calon mempelai wanitanya, Putri Alix dari Hesse dan Rhine, memeluk Kristen Ortodoks dan mengubah nama menjadi Aleksandra Feodorovna.
Livadia, Krimea, Kekaisaran Rusia. Tsar Nikolay II keluar dari sebuah mobil di Istana Livadia. Pria yang duduk di mobil adalah Vladimir Dedyulin yang bertanggung jawab atas keamanan Istana Tsar.
TASSLivadia, Krimea, Kekaisaran Rusia. Tsar Nikolay II (tengah) dan keluarganya di balkon Istana Livadia.
TASSAtas permintaan Nikolay II, istana-istana asli dirobohkan dan sebuah istana raksasa dibangun di atas reruntuhan tersebut. Istana ini masih berdiri sampai sekarang. Menurut perkiraan, sang kaisar menghabiskan sekitar empat juta rubel emas untuk pembangunan istana ini. Fondasi diletakkan pada 1910, dan bangunan itu selesai dalam 17 bulan.
Krimea, Kekaisaran Rusia. Putra mahkota Alexei Romanov, sang pewaris takhta Rusia, saat berjalan-jalan.
TASSKeluarga kekaisaran biasanya berlibur di Livadia selama musim semi dan musim gugur. Untuk mencapai istana ini, mereka naik kereta dari Sankt Peterburg ke Sevastopol, dan kemudian naik kapal, sebelum akhirnya tiba dan disambut di Pelabuhan Yalta. Sang tsar, bersama istri dan anak-anaknya, akan menikmati udara yang menyegarkan, berjalan-jalan, berenang, berjemur, berburu, berkuda, dan berkendara di pedesaan. Keluarga tsar pun senang bermain tenis. Karena itu, lapangan tenis pun dibangun di kompleks istana.
Selain itu, keluarga tsar juga menyukai fotografi. Hingga kini, foto-foto pribadi dari album kekaisaran masih tersimpan dengan baik. Album itu berisi foto-foto sang permaisuri yang berpose di tengah buih air laut atau kaisar dan rombongannya duduk di atas bebatuan besar. Terakhir kali keluarga kaisar mengunjungi Livadia adalah pada musim semi 1914. Perang Dunia I dimulai pada musim panas tahun itu, sementara gerakan revolusi dimulai tak lama kemudian. Akibatnya, mereka tak mungkin kembali berkunjung.
Pada usia 24 tahun, Nikolay Krasnov sudah menjadi arsitek terkemuka di Yalta.
Foto arsipIstana Livadia dirancang oleh Nikolai Krasnov, seorang arsitek Rusia yang berasal dari keluarga petani. Saat menginjak usia 24 tahun, ia telah menjadi arsitek terkemuka di Yalta dan karya-karyanya menjadikan Yalta kota yang indah, yang kerap ditulis dalam berbagai karya sastra dan memoar Rusia. Lebih dari 60 bangunan di Yalta dibangun berdasarkan rancangannya — kebanyakan berupa vila, yang dipesan oleh para bangsawan dari ibu kota.
Setelah Revolusi Rusia, Krasnov dan keluarganya meninggalkan negaranya dan pindah ke Konstantinopel dan Malta sebelum akhirnya menetap di Beograd. Ia melanjutkan karir arsitekturalnya di sana dan merancang serangkaian istana, termasuk satu di Dedin, yang merupakan tempat tinggal Raja Yugoslavia Alexander Karađorđević.
Taman Italia di Istana Livadia, Yalta, Krimea.
Andrey Nekrasov/Global Look PressIstana ini dibangun dengan gaya vila Neo-Renaissance Italia, dengan teras terbuka, balkon yang rumit, dan interior berhias. Granit Krimea Putih digunakan sebagai bahan bangunan. Elemen paling “Italia” dari istana ini adalah halaman dalam, yang dikelilingi oleh arcade, penuh penghijauan, dan memiliki air mancur marmer di tengahnya. Teras memiliki bangku marmer dengan sandaran lengan dalam bentuk griffon.
Pada paruh kedua abad ke-19, para arsitek mulai mengintegrasikan berbagai gaya dan pengaruh ke dalam konstruksi satu bangunan. Istana Livadia adalah contoh dari percampuran gaya tersebut.
Vladimir Astapkovich/SputnikPada paruh kedua abad ke-19, gaya yang dikenal sebagai eklektisisme menjadi sangat umum dalam desain arsitektur dan interior. Para srsitek mulai mengintegrasikan berbagai gaya dan pengaruh ke dalam konstruksi suatu bangunan. Istana Livadia adalah contoh dari percampuran gaya ini. Ruang pribadi di lantai dua milik keluarga kekaisaran bergaya modern, sementara gerejanya menganut gaya Bizantium. Terdapat pula dua skylight yang dirancang berbeda, satu dengan gaya Gotik dengan khimaira, sementara yang lainnya bergaya Arab, menampilkan ubin majolica dan dekorasi oriental.
Setelah Revolusi Rusia, istana digunakan sebagai sanatorium tuberkulosis untuk para petani. Untungnya, sejumlah dekorasi indah dan interior asli masih dipertahankan.
Vladimir Astapkovich/SputnikSetelah Revolusi Rusia, bangunan itu tak lagi digunakan sebagai istana. Selama era Soviet, bangunan ini malah dialihfungsikan menjadi sanatorium (fasilitas medis untuk penyakit jangka panjang).
Untungnya, sejumlah dekorasi indah dan interior asli masih dipertahankan, termasuk pilar-pilar marmer Carrara dan perapian di ruang makan utama, sebuah lemari resepsi berpanel kayu bergaya Jacob dengan sentuhan kuningan, ruang biliar bergaya Inggris, dan karpet buatan tangan yang menggambarkan Nikolay II bersama keluarganya.
Sejak akhir Perang Dunia II hingga kematian Stalin pada 1953, istana tersebut digunakan sebagai dacha bagi para pejabat negara.
Israel Ozersky/SputnikSegera setelah Revolusi, istana berubah menjadi museum untuk melestarikan warisan kehidupan keluarga kekaisaran selama beberapa waktu. Kemudian, bangunan ini berfungsi sebagai sanatorium tuberkulosis untuk kaum petani.
Setelah Perang Dunia II berakhir hingga kematian Stalin pada 1953, istana tersebut digunakan sebagai dacha (semacam vila) untuk pejabat negara. Pada 1993, istana dibuka kembali sebagai museum.
Selama konferensi Yalta, Presiden AS Franklin D. Roosevelt dan delegasinya mendapat 43 kamar di istana ini.
Imago/Global Look PressIstana ini menjadi tuan rumah salah satu peristiwa politik terpenting dalam Perang Dunia II, yakni Konferensi Yalta. Konferensi tersebut dihadiri oleh tiga kepala negara dari Blok Sekutu anti-Hitler, termasuk perwakilan dari Uni Soviet, AS dan Inggris. Presiden AS Franklin D. Roosevelt dan delegasinya mendapat 43 kamar di istana ini selama konferensi berlangsung.
Konferensi Yalta, yang diselenggarakan beberapa bulan sebelum berakhirnya Perang Dunia II, menandakan puncak hubungan kerja sama para pemimpin koalisi anti-Hitler. Bacalah lebih lanjut mengenai kisah awal peperangan perluasan pengaruh di daratan Eropa.
Ketika mengambil atau mengutip segala materi dari Russia Beyond, mohon masukkan tautan ke artikel asli.
Berlanggananlah
dengan newsletter kami!
Dapatkan cerita terbaik minggu ini langsung ke email Anda