Persahabatan Rusia-Turki juga memberi sinyal khusus bagi Uni Eropa.
Alexander Demianchuk / TASSMoskow dan Ankara mulai menyusun kebijakan bersama di Suriah, mengonsolidasikan hubungan baru mereka untuk menunjukkan kepada Barat bahwa mereka tak terisolasi, demikian tulis surat kabar Austria Die Presse, seperti dikutipSputnik, Senin (2/1).
Presiden Rusia Vladimir Putin mengumumkan pada Kamis (29/12) bahwa pemerintah Suriah dan kelompok oposisi bersenjata telah mencapai kesepakatan untuk melakukan gencatan senjata nasional di Suriah dan siap memulai negosiasi damai.
Putin meminta pemerintah Suriah, kelompok oposisi bersenjata, serta semua negara yang berpengaruh dalam konflik Suriah untuk mendukung kesepakatan yang telah tercapai dan ikut serta dalam pembicaraan damai di Astana, Kazakhstan.
Gencatan senjata antara pemerintah Suriah dan kelompok oposisi diberlakukan sejak Jumat (30/12), dini hari. Rusia dan Turki bertindak sebagai penjamin dalam kesepakatan tersebut dan membuka jalan bagi negosiasi antara pihak yang berperang.
Hubungan antara Rusia dan Turki membaik setelah Presiden Turki Recep Tayyip Erdoğan meminta maaf atas insiden penembakan pesawat Rusia Su-24 di wilayah Suriah. Setelah itu, kedua negara telah bekerja sama dalam sejumlah isu penting, termasuk konflik Suriah.
Menurut artikel Die Presse, aliansi Ankara-Moskow di Suriah seharusnya bertindak sebagai penyeimbang terhadap aktivitas AS di wilayah tersebut.
"Erdoğan dan Putin sama-sama tak menyukai AS. Meski Turki adalah bagian dari koalisi anti-ISIS pimpinan AS, negara tersebut mengecam keras bantuan Washington untuk militan Kurdi di Suriah. Moskow dan Ankara berharap presiden baru AS Donald Trump menyerahkan isu Suriah kepada Erdoğan dan Putin, mengingat ia tak terlalu tertarik pada masalah tersebut," tulis Die Presse.
Gencatan senjata di Suriah yang dimediasi oleh Moskow, Ankara, dan Teheran telah berlaku sejak Desember lalu. Sejumlah kelompok radikal di negara tersebut berjanji akan memutuskan hubungan dengan kelompok teroris front al-Nusra dan ISIS.
Persahabatan Rusia-Turki juga memberi sinyal khusus bagi Uni Eropa. Dengan hubungan baik yang dibina kedua negara tersebut, Rusia dan Turki ingin menunjukan bahwa mereka tidak terisolasi, terang Die Presse.
Hubungan antara Ankara dan Brussel semakin memburuk setelah upaya kudeta di Turki pada Juli 2015. Sementara Putin, sebaliknya, menjadi orang pertama yang mengungkapkan simpati terhadap pemerintah Turki.
"Setelah upaya kudeta, anggota NATO Turki merasa kecewa dengan aliansi tersebut karena Turki mengharapkan dukungan lebih," tulis surat kabar Austria.
Moskow juga menyambut baik keinginan Turki untuk menjalin hubungan lebih dekat dengan Organisasi Kerja Sama Shanghai (SCO). Pemerintah Ankara mengumumkan bahwa mereka menganggap SCO sebagai alternatif dari Uni Eropa.
Ketika mengambil atau mengutip segala materi dari Russia Beyond, mohon masukkan tautan ke artikel asli.
Berlanggananlah
dengan newsletter kami!
Dapatkan cerita terbaik minggu ini langsung ke email Anda