Presiden AS Donald Trump menjawab pertanyaan dalam konferensi pers di Washington pada 16 Februari 2017
ReutersSampai hari ini, kedua pihak sudah satu kali berkomunikasi melalui telepon, yaitu pada tanggal 28 Januari. Menurut Reuters, mereka berbincang selama 45 menit. Dalam sebuah konferensi pers hari Kamis (16/2) minggu lalu, Trump mengatakan bahwa percakapan “berlangsung lancar”.
Menurut Kremlin, komunikasi tersebut “berjalan secara positif dan lugas”. Diketahui bahwa kedua negara membahas isu-isu sensitif: dari situasi di Ukraina hingga program misil Korea Utara. Mereka juga membahas “kerja sama nyata” antara Rusia dan AS dalam menumpas ISIS di Suriah.
Putin dan Trump memerintahkan bawahan mereka untuk mengatur waktu dan tempat untuk pertemuan keduanya. Pada 13 Februari, Juru Bicara Kremlin Dmitry Peskov mengatakan bahwa Trump dan Putin pasti akan bertemu pada bulan Juli dalam KTT G20 di Jerman. “Sampai sekarang belum ada rincian,” ujarnya terkait kemungkinan pertemuan lebih cepat.
Terkait hal ini, “belum ada kejelasan” terhadap apa yang kedua pemimpin negara sebut sebagai “pembangunan kembali hubungan perdagangan dan ekonomi” dalam perbincangan mereka. Tentu saja pembangunan ini tidak bisa dilakukan tanpa mencabut sanksi yang AS berlakukan terhadap Rusia karena krisis di Ukraina.
Satu-satunya langkah yang telah dibuat mengenai sanksi itu adalah Kementerian Keuangan AS menghapus peraturan yang melarang perusahaan AS berkomunikasi dengan Badan Keamanan Federal Rusia (FSB) untuk mendapatkan izin ekspor teknologi ke Rusia. Menurut media massa Rusia, sanksi ini menyulitkan pengiriman barang elektronik ke Rusia, karena FSB mengendalikan impor alat yang menggunakan enkripsi.
Sebelumnya, Trump secara tak terduga mengaitkan penghapusan sanksi terhadap Rusia tersebut dengan Moskow yang menyetujui perjanjian pengurangan senjata nuklir. Namun sampai saat ini proposal tersebut belum dikembangkan.
Trump dan rombongannya memiliki pendapat berbeda perihal ini. Awalnya, dalam kampanye pemilihannya, Trump yang waktu itu menjadi kandidat presiden Partai Republik mengatakan bahwa penggabungan Krimea dengan Rusia merupakan pilihan warganya: mereka lebih memilih bergabung ke wilayah Rusia dan meninggalkan Ukraina. Trump juga berkata bahwa upaya mengembalikan semenanjung itu ke Ukraina dapat memicu terjadinya Perang Dunia III.
Namun demikian, beberapa hari lalu pemerintah AS mengeluarkan pernyataan yang sangat berbeda terkait Krimea. Juru Bicara Gedung Putih Sean Spicer mengatakan bahwa sang presiden “ingin Rusia untuk menurunkan ketegangan di Ukraina dan mengembalikan Krimea”.
Setelah itu Trump memublikasikan tweet “Krimea DIAMBIL Rusia di periode Obama. Apakah ia terlalu lembut terhadap Rusia?” Ini adalah pernyataan pertamanya terkait Krimea sejak menjadi presiden, meskipun tweet tersebut cenderung membahas Obama dan tuduhan Trump bersimpati kepada Moskow ketimbang Krimea.
Pemerintahannya telah mengubah pendekatan terhadap sang blok Barat. Dalam sebuah wawancara dengan Bild dan The Times pada 16 Januari, Trump menyebut NATO sebagai organisasi “usang” dan memiliki banyak masalah. Namun, ia menambahkan bahwa aliansi tersebut “sangat penting”.
Dalam kampanye kepresidenannya, Trump meragukan Pasal 5 blok tersebut, yang menekankan pentingnya melindungi sesama anggota apabila diserang. Trump mengatakan bahwa hubungan AS akan ditinjau kembali jika negara-negara anggota tidak meningkatkan pendanaannya di NATO.
Di waktu yang bersamaan, dalam sebuah pertemuan antara menteri-menteri pertahanan negara anggota NATO, Menteri Pertahanan AS James Mattis mengatakan bahwa “NATO tetap penting untuk AS dan seluruh anggota di Samudera Atlantik”.
Trump dan Mattis sama-sama meminta negara-negara anggota NATO meningkatkan pendanaan untuk aliansi itu. Mengenai Rusia, sang menhan mengabaikan retorika Trump dalam pendekatannya ke Moskow ketika kampanye, dan mengatakan bahwa AS akan berkomunikasi dengan Rusia dari “posisi kekuatan".
Meskipun Trump dan Putin telah membahas pentingnya perlawanan gabungan terhadap radikal-radikal Islam di Suriah, Mattis malah menampik kemungkinan itu.
“Saat ini, kami tidak berada di posisi untuk dapat berkolaborasi di tingkat militer, tapi pemimpin-pemimpin politik kami akan terus berupaya mencari jalan tengah supaya Rusia, sesuai komitmennya, dapat kembali bekerja sama dengan NATO,” ujar Mattis di Brussels.
Sebelumnya, Kementerian Pertahanan Rusia mengatakan bahwa tentara AS dan Rusia sudah mulai bertukar informasi, salah satunya informasi titik koordinat ISIS pada 22 Januari. Bagaimanapun juga, di hari berikutnya, Washington membantah pernyataan itu.
Sementara itu, sebuah pertemuan diadakan di Baku, Azerbaijan pada 16 Februari antara Kepala Staf Umum Angkatan Bersenjata Rusia Jenderal Valery Gerasimov dan Ketua Gabungan Kepala Angkatan AS Joseph Dundorf. Itu adalah pertemuan pertama untuk tingkat serupa sejak 2014, ketika tensi terkait Ukraina dimulai antara Rusia dan AS. Mustahil jika pertemuan kedua jenderal tidak membahas isu di Suriah. Namun begitu, belum ada informasi satu pun mengenai hasil pertemuannya.
Menurut Gedung Putih, Penasihat Keamanan Nasional Presiden AS Michael Flynn mengundurkan diri setelah secara tak sengaja memberikan informaisi kurang lengkap kepada Wakil Presiden AS Mike Pence mengenai perbincangannya dengan Duta Besar AS untuk Washington. Sebelumnya, pihak yang tidak diketahui membocorkan informasi percakapan ini ke media massa. AS sedang mencari tahu apakah Flynn mungkin menjanjikan sang diplomat supaya AS mencabut sanksi itu, tapi dalam pernyataan pengunduran dirinya Flynn membantah hal itu.
Dalam sebuah wawancara, Flynn mengatakan bahwa ia “tidak melewati batas sama sekali”. Menurut seorang kolumnis Bloomberg, yang mengutip sumber seorang pejabat di Gedung Putih, “tidak ada yang salah atau pun ilegal dari percakapan itu”.
Dalam sebuah konferensi pers pada hari Kamis, Trump mengatakan bahwa Flynn tidak memberitahu wapres dengan “cara yang benar”, tapi ia menggarisbawahi kalau penasehatnya “melakukan pekerjaannya” dengan adanya perbincangan dengan dubes Rusia itu.
Trump membantah adanya kaitan antara pengunduran diri Flynn dengan upaya rahasia AS menyepakati sesuatu dengan Moskow. Sang presiden ke-45 AS balik mengatakan bahwa pembocoran percakapan penasehatnya itu ilegal, serta menambahkan bahwa ia tidak memiliki hubungan apapun dengan Rusia, namun ingin meningkatkan hubungan dengan Moskow.
Ketika mengambil atau mengutip segala materi dari Russia Beyond, mohon masukkan tautan ke artikel asli.
Berlanggananlah
dengan newsletter kami!
Dapatkan cerita terbaik minggu ini langsung ke email Anda