Pyotr Kapitsa mempresentasikan penemuan ilmiah terbarunya di hadapan Komite Penemuan Dewan Menteri Uni Soviet. Foto: RIA Novosti
Fisikawan Soviet Pyotr Kapitsa menetapkan arah pengembangan ilmu pengetahuan selama bertahun-tahun setelah kematiannya. “Kejeniusan Kapitsa terletak pada kenyataan bahwa karyanya jauh melampaui masanya. Karya Kapitsa membumbung di atas keterbatasan dan menjabarkan prinsip-prinsip yang mendasar dan tak berubah dalam ilmu pengetahuan dan pendidikan. Belajar dari Kapitsa dan menggunakan karyanya sebagai tongkat pengukur untuk prestasi kita sendiri masih relevan, bahkan hingga saat ini,” kata Nikolai Kudryavtsev Rektor Institut Fisika dan Teknologi Moskow (MIPT), sebuah universitas yang didirikan berdasarkan keyakinan ideologis Kapitsa.
Kapitsa merupakan seorang ilmuwan yang cemerlang dan pemimpin berbakat. Ia bisa menyesuaikan diri dengan siapa saja, mulai dari pekerja laboratorium sederhana, hingga pemimpin Soviet Joseph Stalin. Kapitsa berhasil meyakinkan Stalin bahwa Uni Soviet membutuhkan akademi pendidikan yang membahas masalah fisika. “Kapitsa ingin pemerintah melakukan hal yang tak terduga dari waktu ke waktu. Jika tidak, bawahan akan selalu tahu apa yang diharapkan dari pemimpin mereka, yang akan mengecewakan. Manusia seharusnya tidak tahu kapan petir menyambar, dan Kapitsa bisa diibaratkan seperti petir,” tutur akademisi dan mahasiswa Kapitsa Lev Lugansky.
Ilmuwan Favorit Rutherford
Pada 1921, Kapitsa datang ke Universitas Cambridge dan meminta fisikawan Inggris terkenal Ernest Rutherford untuk menerimanya sebagai mahasiswa pascasarjana. “Anda memiliki sekitar 30 orang. Jika Anda menerima saya, itu akan menjadi batas kesalahan tiga persen, yang Anda izinkan dalam percobaan Anda. Bayangkan saja saya sebagai batas kesalahan,” kata Kapitsa. Kecerdikan dan nyali tersebut membuat sang fisikawan besar terkesan dan Kapitsa pun diterima di universitas tersebut.
Rutherford sangat menyukai sang ilmuwan muda, laboratoriumnya seperti sebuah pabrik kecil. Pada dasarnya Kapitsa menjadi bapak fisika eksperimental, sebuah bidang ilmu yang kemudian membuat dunia terkesan dengan collider raksasa dan lasernya yang superkuat.
Berkat prestasi ilmiahnya, Kapitsa menjadi legenda selama 13 tahun yang ia habiskan di Cambridge. Pada 1929, ia diangkat menjadi Fellow of the Royal Society. Pada 1930, pria Rusia dari masyarakat komunis ini menjadi profesor yang dijunjung tinggi oleh kaum elit Inggris.
Kapitsa sesekali kembali ke Uni Soviet untuk mengunjungi ibunya. Setiap kali, Duta Besar Soviet harus memberikan jaminan ke Rutherford bahwa sang ilmuwan tersebut akan diizinkan untuk kembali ke Inggris. Namun, pada 1934, Kapitsa membiarkan dirinya meninggalkan Inggris tanpa terlebih dulu memperoleh jaminan seperti itu. Ia akhirnya tinggal di Uni Soviet tanpa hak untuk meninggalkan negara tersebut selama lebih dari 30 tahun.
Sandera Ilmiah
Setelah kembali dari Inggris, Kapitsa mengatakan bahwa ia tidak bisa melakukan penelitian ilmiah di Uni Soviet, karena ia tidak memiliki peralatan dan staf yang dibutuhkan. Sementara itu, semua judul berita pada halaman depan surat kabar besar di Barat menampilkan berita tentang Kapitsa. “Profesor Menghilang,” “Rusia Menangkap Ilmuwan Terkenal,” dan “Guncangan untuk Dunia Ilmiah”, tertera di koran-koran Barat. Ketua Dewan Komisar Rakyat Molotov menuntut sanggahan tertulis dari Kapitsa, namun sang ilmuwan menolak. Ia melanjutkan tawar-menawar dengan pihak berwenang sampai ia mendapatkan apa yang ia butuhkan. Salah satu faktor yang berkontribusi terhadap keberhasilan Kapitsa adalah suratnya pada Stalin yang bernada cukup menantang.
Meski demikian, pemerintah Soviet sangat tertarik akan pekerjaan Kapitsa, hingga pihak berwenang membangun sebuah lembaga untuk Kapitsa dalam waktu satu tahun yakni Institut untuk Masalah Fisika. Pemerintah juga menyediakan staf dan membeli duplikat peralatannya dari laboratorium di Cambridge, tempat ia dulu bekerja dengan Rutherford, seharga 30.000 poundsterling.
Tidak Terlibat Bom
Pada 1945, Kapitsa berada di puncak ketenarannya. Ia termasuk dalam tim rahasia yang menggarap pengembangan bom atom yang dipimpin oleh Beria. Namun, nasib sang ilmuwan menghadapi tikungan tajam ketika ia menulis surat ke Stalin dan meminta pemimpin Soviet itu untuk menghapus namanya dari tim. Kapitsa mengutip hubungannya dengan Beria sebagai alasan formal untuk permintaan itu, namun alasan sebenarnya, sebagaimana yang dijelaskan Kapitsa kemudian, adalah upayanya untuk melindungi temannya, seorang ilmuwan Denmark bernama Niels Bohr, dari intelijen Soviet.
Setelah konflik dengan Beria pada 1946, Kapitsa kurang disukai, tapi tidak berhenti melakukan penelitian dalam fisika. Ia tertarik pada bidang baru yakni elektronika daya tinggi dan fisika plasma. Kapitsa menciptakan generator frekuensi tinggi pertama di rumah musim panasnya.
Pada 1955, setelah kematian Stalin, Kapitsa diangkat kembali sebagai Direktur Institut untuk Masalah Fisika. Ia tidak hanya mempengaruhi ilmuwan muda dengan ide-idenya, tapi juga mengamankan pendanaan pemerintah untuk proyek-proyek baru. Ia menuntut dipenuhinya kebutuhan untuk mendukung pengembangan proyek-proyek ini dengan mengklaim bahwa timnya akan mampu menciptakan sinar radiasi elektromagnetik berkekuatan kolosal yang dapat digunakan untuk menembak jatuh pesawat musuh. Bahkan saat itu, ide memutuskan sayap pesawat musuh dengan senjata laser meninggalkan kesan yang cukup mendalam pada anggota partai.
Berdasarkan materi yang dipublikasikan di Rossiyskaya Gazeta dan Argumenty i Facty.
Hak cipta milik Rossiyskaya Gazeta.
Berlanggananlah
dengan newsletter kami!
Dapatkan cerita terbaik minggu ini langsung ke email Anda